Ini kutipan dari tulisan seorang muslim di internet:
Beberapa waktu yang lalu saya sempat membaca artikel di beberapa
blog yang mengatakan bahwa Siddhartha Gautama sebenarnya adalah Nabi
Zulkifli a.s. dimana artikel tersebut banyak terinspirasi dari tulisan
Abu’l Kalam Azad. Berikut adalah beberapa sumber dimana artikel tersebut
saya temukan: klik disini.
Sebagai orang yang pernah belajar tentang agama Buddha saya merasa
bahwa tulisan tersebut sangat banyak cacatnya sehingga layak untuk
dikritisi. Hal ini juga saya lakukan sebagai bentuk penghormatan saya
kepada umat Buddha yang mungkin tersinggung ketika panutannya disamakan
dengan junjungan umat agama lain.
Pembuktian Akan Ketidakpahaman Penulis
Penulis dari artikel nampaknya kurang memahami mengenai bagaimana
ajaran Buddha terutama tentang perjalanan hidup dari Siddhartha itu
sendiri.
Siddhartha Gautama merupakan putera kepada Raja Suddhodana dan
Permaisuri Maha Maya. Raja Suddhodana dari keturunan suku kaum Sakyas,
dari keluarga kesatrian dan memerintah Sakyas berdekatan negeri Nepal.
Dari tulisan ini bisa diketahui bahwa penulis telah salah memahami
dan mengira bahwa Siddhartha adalah anak seorang raja dan permaisuri.
Sebenarnya Siddhartha bukanlah anak seorang pemimpin kerajaan seperti
banyak tulisan di Internet, namun hanyalah anak dari kepala suku yang
terpilih, hanya saja memang gelar dari kepala suku tersebut adalah
“raja” yang maknanya sangat berbeda dengan istilah raja dalam Bahasa
Indonesia.
Beberapa daerah di India pada saat itu adalah kerajaan-kerajaan dan
Sakya sendiri berada di bawah kekuasaan Raja Kosala yang berkuasa sampai
ke daerah selatan.
Asita mendapati terdapat 32 tanda utama dan 80 tanda kecil
menunjukkan Bodhisatta bakal menjadi Manusia Agung dan Guru Agung kepada
manusia dan dewa-dewa (i.e. Jin dan Malaikat, kelemahan umat Hindu dan
Buddha ialah tidak dapat bedakan antara jin dan malaikat yang keduanya
dipanggil dewa-dewa).
Kalimat ini sedikit bernada frontal, saya pikir lebih baik menghargai
konsep agama lain dan mengatakan bahwa itu benar-benar adalah konsep
yang berbeda daripada mengatakan bahwa konsep agama lain sebenarnya sama
namun disalahartikan, karena hal seperti itu kesannya sangat egois dan
memaksakan diri.
Perlu diketahui bahwa konsep dewa sendiri dalam Hindu dan Buddha
sedikit berbeda, dimana dalam Hindu dewa kedudukannya dianggap lebih
tinggi dari manusia sedangkan dalam konsep Buddha menjadi manusia lebih
mulia daripada menjadi dewa karena jalan untuk mencapai kebuddhaan dari
manusia lebih mudah daripada dewa.
Bantahan Akan Persamaan Siddhartha dan Zulkifli
1. Nama Yang Berbeda
Sudah jelas bahwa dalam ajaran Islam nabi yang dimaksud bernama
Basyar, yang kemudian dipanggil Zulkifli yang artinya sanggup, karena
beliau sanggup menerima persyaratan dari raja sebelumnya untuk berpuasa
di siang hari dan beribadah di malam hari.
Sedangkan dalam literatur Buddha maupun Hindu telah jelas nama dari
Sang Buddha adalah Siddhartha, nama yang sangat jauh berbeda dengan
Basyar atau Zulkifli, sehingga kemungkinan besar bukanlah orang yang
sama. Bahkan setahu saya bahasa Sanskerta yang digunakan oleh Siddhartha
tidak mengenal fonem “Z”
2. Hidup Pada Zaman Yang Berbeda
Berdasarkan berbagai sumber yang ada sebagian besar muslim sepakat
bahwa Nabi Zulkifli hidup pada tahun 1500-1425 SM yang artinya beliau
hidup lebih dulu dibandingkan dengan Siddhartha yang kebanyakan
sumber-sumbernya mengatakan bahwa beliau hidup pada sekitar tahun 623 SM
3. Siddhartha Meninggalkan Pemerintahan, Nabi Zulkifli Menjadi Raja
Seperti yang sudah diketahui bahwa Siddhartha adalah anak kepala suku
yang sebelumnya hidup mewah kemudian memilih untuk meninggalkan
pemerintahan itu agar bisa menjadi tahu bagaimana cara mengakhiri
penderitaan, sebaliknya Nabi Zulkifli justru sebelumnya adalah warga
biasa yang kemudian dianggap menjadi Raja. Keduanya jelas mengalami
perjalanan hidup yang berbeda bahkan bisa dibilang bertolak belakang.
4. Makna Buddha Tidak Sama Dengan Nabi
Pada artikel tersebut terdapat tulisan yang mengatakan bahwa nabi
memiliki makna yang sama dengan buddha, berikut adalah kutipannya:
Makna “nabi” dalam bahasa Arab berasal dari kata naba yang berarti
“dari tempat yang tinggi”; karena itu orang ‘yang di tempat tinggi’
dapat melihat tempat yang jauh. Nabi dalam bahasa Arab sinonim dengan
kata Buddha sebagaimana yang dipahami oleh para penganut Buddha.
Sinonimnya pengertian ini dapat diringkaskan sebagai “Seorang yang
diberi petunjuk oleh Tuhan sehingga mendapat kebijaksanaan yang tinggi
menggunung”.
Saya katakan tidak sama. Dalam ajaran Islam, nabi adalah istilah bagi
mereka yang mendapatkan wahyu dari Allah untuk wajib disampaikan pada
orang lain, sedangkan kata buddha lebih bermakna sebagai orang yang
dicerahkan.
Perbedaan yang paling jelas antara nabi dan buddha adalah orang yang
menjadi nabi dan rasul adalah atas kehendak Allah yang kodratnya telah
ditentukan, sedangkan dalam ajaran Buddha siapa pun bisa menjadi seorang
buddha, tidak terbatas dari kelahiran orang tersebut dan waktu dia
hidup.
Dalam ajaran Buddha seorang penjahat sekalipun ketika dia telah
tercerahkan maka dia bisa menjadi buddha sekalipun ia hidup di zaman
modern seperti sekarang. Sedangkan dalam Islam terdapat 4 sifat yang
mustahil dilakukan oleh seorang nabi (khizib, khianat, kitman, dan
jahlun) sehingga seorang yang dulunya penjahat bisa dipastikan tidak
mungkin seorang nabi atau rasul, dan jumlah nabi dalam Islam terbatas
oleh waktu dimana Muhammad adalah nabi dan rasul terakhir sehingga tidak
mungkin ada nabi di zaman modern seperti saat ini.
5. Siddhartha Tidak Beribadah Pada Siapapun
Sang Buddha bukanlah orang yang bisa dikatakan sebagai penyembah
tuhan. Jangankan menyembah tuhan, bahkan membicarakan tuhan pun beliau
sangat jarang. Fokus utama ajaran Buddha adalah tentang bagaimana
manusia mengakhiri penderitaan dan mencapai pencerahan melalui jalan
Dhamma, dimana ajaran Dhamma ini bisa dibagi menjadi 3 pokok utama,
yaitu perbanyak perbuatan baik, kurangi perbuatan jahat, dan mendamaikan
diri sendiri melalui meditasi.
Pokok ajaran Buddha tidak berbicara tentang siapa tuhan, bagaimana
sifat tuhan, apalagi bagaimana cara menyembahnya. Ajaran Buddha lebih
condong ke arah filsafat dan humanisme. Sangat jauh berbeda dengan
ajaran Islam yang mengutamakan tauhid dan penyembahan kepada Allah.
Ketika Siddhartha jarang berbicara mengenai tuhan, bagaimana mungkin
dia melakukan apa yang dilakukan oleh Nabi Zulkifli yaitu ibadah di
malam hari? Seperti apa ibadah yang dilakukan oleh Siddhartha? Jelas ini
nampak sangat tidak masuk akal.
6. Kata “Tin” Bukan Bermakna Pohon Bodhi
Penulis dari artikel tersebut menggunakan cocoklogi dengan mengaitkan
Surah At Thiin ayat 1-6, pendapat dari Dr. Alexander Berzin, dan
imajinasinya sendiri. Untuk itu mari kita lihat terlebih dahulu isi ayat
Quran yang dipakai sebagai acuan:
وَالتّينِ وَالزَّيتونِ وَطورِ سينينَ وَهٰذَا البَلَدِ الأَمينِ لَقَد
خَلَقنَا الإِنسٰنَ فى أَحسَنِ تَقويمٍ ثُمَّ رَدَدنٰهُ أَسفَلَ سٰفِلينَ
إِلَّا الَّذينَ ءامَنوا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ فَلَهُم أَجرٌ غَيرُ
مَمنونٍ
Wattiini wazzaituun, wathuuri siiniin, wahadzaal baladil amiin, laqad
khalaqnaa-insaana fii ahsani taqwiim, tsumma radadnaahu asfala
saafiliin, ilaal-ladziina aamanuu wa’amiluush-shaalihaati falahum ajrun
ghairu mamnuun.
Demi (buah) Tin dan (buah) Zaitun, dan demi bukit Sinai, dan demi
kota (Mekah) ini yang aman, sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia
dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat
yang serendah-rendahnya (neraka), kecuali orang-orang yang beriman dan
mengerjakan amal saleh; maka bagi mereka pahala yang tiada
putus-putusnya.
Dr. Alexander berpendapat bahwa buah Zaitun melambangkan Jerusalem,
Isa a.s. (Jesus, Kristian), Bukit Sinai melambangkan Musa a.s. dan
Yahudi dan Kota Mekah pula menunjukkan Islam dan Muhammad SAW. Penulis
kemudian berimajinasi dengan mengatakan bahwa “tin” bermakna Pohon
Bodhi. Masuk akal kah?
Kenapa Al-Qasimi dan Prof. Hamidullah bisa beranggapan bahwa pohon tin
bisa disamakan dengan pohon bodhi, dari mana dapat logika seperti itu,
sedangkan jelas-jelas kedua pohon tidak memiliki kemiripan yang berarti.
Walaupun kedua tanaman berasal dari genus yang sama namun nampak jelas
bahwa pohon tin (Ficus carica) dan Pohon Bodhi (Ficus religiosa Linn)
memiliki ukuran, buah, dan bentuk daun yang berbeda.
Kenapa ketika Dr. Alexander menyebutkan tentang Musa, Isa, dan
Muhammad, kemudian yang lain membayangkan Nabi Zulkifli? Kenapa tidak
Ibrahim yang lebih populer? Jelas ini menunjukkan bagaimana penulis
terlalu memaksakan cocokloginya.
7. Dhul-Kifli Bukan Bermakna “Berasal Dari Kapilavastu”
Seperti yang saya tulis sebelumnya bahwa Zulkifli bermakna “sanggup”
bukan bermakna berasal dari Kifli, sekalipun demikian rasanya sangat
jauh kata Kifli diartikan sebagai Kapilavastu, dan sekalipun Kifli
memang bermakna Kapilavastu maka belum tentu hal tersebut merujuk pada
Siddhartha.
Perlu dipertanyakan sejak kapan nama Kapilavastu tersebut eksis,
apakah memang ada sejak zaman Siddhartha atau hanyalah sebuah distrik
yang baru terbentuk, karena menurut literatur yang ada Siddhartha
lahirnya di Taman Lumbini yang kemudian baru diperkirakan ada di antara
distrik Kapilavastu (Nepal) dan Devadaha (India)
Kesimpulan
Kesimpulannya jelas, bahwa penulis terlalu memaksakan argumen dan
menggunakan cocoklogi yang sangat lemah, dan mengabaikan faktor-faktor
ketidakcocokan lain yang sangat kuat sehingga pendapat bahwa “Siddhartha
Gautama adalah Nabi Zulkifli” tidak dapat dipercaya.
Nabi Alexander Zulkarnain Bukanlah Gotama Buddha Tapi Metteya Buddha. Kenapa bisa demikian, bukankah Metteya Buddha saat ini di surga, kenapa ada pula tubuh Nabi Isa atau Nabi Alexander Zulkarnain ini di bumi? Hal ini akan saya jelaskan di lain waktu tentang konsep ajaran tiga tubuh dari Madyamaka Buddhism yang bisa menyatu, dan penjelasan-penjelasan lain, tapi belum dalam waktu dekat ini akan dituliskan.
Daftar nabi sebaiknya mengikut versi Injil, karena Quran cuma "mengislamkan" seluruh nabi terdahulu tanpa kesesuaian dengan sejarah dunia. Isa bahkan bukan beragama Tauhid karena menganut tiga Tuhan yaitu Tuhan Roh Kudus (di hindu disebut Brahma), Tuhan Ayah (Yahweh, di hindu disebut Indra), dan dirinya sendiri sebagai Tuhan yang ia sebutkan sendiri di injil, secara dia satu-satunya makhluk bumi yang rohnya adalah roh Tuhan, sedangkan Muhammad punya rohnya sendiri yaitu nur muhammad, dan seluruh manusia lain mengikut pada roh Isa karena Isa adalah Adam. Nabi Muhammad bukan nabi terakhir, ia bahkan bukan nabi tapi cuma guru aliran kepercayaan. Isa adalah satu-satunya orang yang menyaksikan seluruh manusia dimatikan di hari kiamat untuk kemudian dibangkitkan lagi semuanya dan yang melakukan itu adalah Isa dengan kesaktiannya.
"Nganggo simbol Ratu Tanpa Mahkota" (memakai simbol ratu tanpa mahkota) - Jayabaya.
Lambang Garuda Pancasila akan ditukar dengan lambang kendi Israel, menurut bait tersebut.